Rabu, 07 Mei 2008

2008 Penyelundupan Pupuk Capai Rp1,5 Triliun

Jakarta - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) memperkirakan penyelundupan pupuk bersubsidi tahun ini bisa mencapai Rp1,5 triliun atau 20 persen dari anggaran subsidi yang diberikan sebesar Rp7,5 triliun.
Ketua Badan Pertimbangan Organisasai HKTI, Siswono Yudhohusodo di Jakarta, Selasa mengatakan, penyelundupan pupuk tersebut dipicu tingginya perbedaan harga di pasar luar negeri dengan di dalam negeri.
Di sela seminar bertema "Ketersediaan Pangan dan Keterjangkauan Harga", dia mengatakan, pada 2007 nilai penyelundupan pupuk bersubsidi mencapai 10-15 persen dari anggaran subsidi yang dialokasikan sebesar Rp6,7 triliun.
"Tahun ini (nilai) penyelundupan pupuk bisa mencapai 20 persen dari anggaran subsidi sebesar Rp7,5 trilun," katanya.
Bahkan menurut mantan Ketua Umum HKTI tersebut, nilai penyelundupan pupuk bersubsidi tahun ini bisa menembus Rp2 triliun karena pemerintah berencana menaikkan anggaran subsidi pupuk menjadi Rp10 triliun untuk mengimbangi kenaikan harga barang.
Siswono menyatakan, perbedaan harga pupuk di dalam negeri dengan di luar negeri yang tinggi saat ini merangsang munculnya praktek penyelundupan sarana produksi tersebut melalui pelabuhan-pelabuhan yang lemah tingkat pengawasannya khususnya di kawasan perbatasan.
Saat ini, tambahnya, harga urea bersubsidi di dalam negeri sebesar Rp1200/kg sementara harga pabrik lebih rendah yakni Rp900/kg, di sisi lain harga di luar negeri mencapai 600 dolar AS per ton atau sekitar Rp6000/kg.
Begitu juga untuk jenis SP-36 harga yang disubsidi sebesar Rp1500/kg sedangkan di luar negeri telah mencapai 800 dolar AS per ton atau setara Rp8000/kg.
"Perbedaan harga yang tinggi inilah yang menarik para pencoleng untuk melakukan penyelundupan," katanya.
Selain itu, menurut mantan Menteri Transmigrasi itu, permintaan pupuk produksi Indonesia di negara tetangga sangat tinggi karena dinilai memiliki kualitas yang bagus dibandingkan produksi negara lain seperti Kuwait ataupun Rusia.
"Negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam lebih menyukai pupuk asal Indonesia," katanya.
Oleh karena itu pihaknya meminta pihak berwenang seperti Bea Cukai, Syahbandar maupun Dinas Perdagangan di daerah untuk memperketat pengawasan perdagangan pupuk di daerah, karena penyelundupan pupuk sering mempergunakan modus perdagangan antara pulau.***

Tidak ada komentar: